Friday 27 July 2018

MR. WIDEMOUTH

Saat aku masih kecil, keluargaku seperti setetes air dari sungai yg sangat luas, tidak pernah tinggal di suatu tempat untuk waktu yg lama. Kami tinggal di Rode Island saat aku berusia delapan tahun sampai aku kuliah di Colorado Springs. Sebagian besar ingatanku berada di Rode Island, dan potongan-potongan kecil lainnya ada di beberapa rumah yg kami tinggali saat usiaku jauh lebih muda.

Kebanyakan ingatan itu tidak jelas dan tidak penting - mengejar seorang anak laki-laki di halaman belakang rumah di North Carolina, membuat rakit yg bisa mengapung di sungai belakang apartemen yg kami sewa di Pennsylvania, dan seterusnya. Tapi ada satu kenangan yg sejelas kaca, seperti baru saja terjadi kemarin. Aku selalu bertanya-tanya apakah ingatan ini mimpi yg aku alami saat sakit yg panjang di musim semi itu, tapi dalam hati aku tau, ini adalah nyata.


Kami tinggal di sebuah rumah di pinggiran kotan metropolitan New Vineyard,  Maine,  dengan populasi 643 orang.  Rumah itu sangat besar untuk ditinggali tiga orang. Ada beberapa kamar yg tidak sempat aku lihat selama lima bulan kami tinggal disana. Mungkin memang pemborosan ruangan, tapi rumah ini satu-satunya rumah yg tersedia dan hanya satu jam perjalanan menuju kantor ayahku.

Sehari setelah ulang tahunku yg kelima (yg hanya dihadiri kedua orang tuaku), aku terserang demam. Dokter mengatakan aku menderita Mononukleosis (infeksi virus yg menyebabkan demamn, sakit tenggorokan dan radang kelenjar getah bening di leher), yg berarti tidak ada bermain dan demam akan meningkat selama sekitar tiga minggu. Itu adalah saat yg mengerikan untuk terus di tempat tidur - karena kami sedang mengemas barang-barang untuk pindah ke Pennsylvania, dan sebagian besar barang-barangku sudah di masukkan kedalam dus-dus,  membuat kamarku kosong. Ibu aku membawakan Ginger Ale (minuman soda rasa jahe) dan buku beberapa kali sehari, dan ini menjadi hiburanku beberapa minggu kedepan. Kebosanan  menumpuk dan itu menambah kesengsaraanku.

Aku tidak terlalu ingat bagaimana bisa bertemu Mr. Widemouth. Sepertinya seminggu setelah aku di diagnosis menderita Mono. Ingatan pertamaku tentang makhluk kecil itu adalah saat aku menanyakan namanya. Dia memintaku memanggilnya Mr. Widemouth, karena mulutnya sangat lebar. Nyatanya, semuanya sangat besar bila dibandingkan dengan ukuran tubuhnya - kepalanya, matanya, telinganya yg runcing -  tapi mulutnya yg paling lebar dan besar diantara semuanya.

Source : Google

"Kamu terlihat seperti Furby," kataku saat dia membuka-buka halaman salah satu buku milikku.

Mr. Widemouth menatapku dengan tatapan penuh tanya. "Furby? Siapa itu Furby?" dia bertanya.

Aku mengangkat bahu. "Kamu tahu.. sebuah robot. Robot kecil dengan telinga besar. Kamu bisa memeliharanya dan memberinya makan, seperti peliharaan beneran."

"Oh." Mr. Widemouth melanjutkan membuka-buka buku."Kamu tidak perlu mereka. Mereka beda dengan teman sungguhan."

Aku ingat Mr. Widemouth menghilang setiap kali ibuku datang ke kamarku untuk mengecek keadaanku. "Aku berbaring di bawah tempat tidurmu."jelasnya. "Aku tidak mau ibumu melihatku karena dia tidak akan mengijinkanmu main denganku lagi."

Kami tidak melakukan banyak hal selama berberapa hari pertama. Mr. Widemouth hanya melihat-lihat buku milikku, terpesona dengan cerita dan gambar didalamnya. Pada pagi hari ketiga atau keempat aku bertemu dengannya, dia menyapaku dengan senyumnya yg lebar. "Aku punya permainan baru yg bisa kita mainkan," katanya. "Kita harus menunggu ibumu datang mengecekmu, dia tidak boleh melihat permainan ini. Ini permainan rahasia."

Setelah ibuku mengantarkan soda dan buku seperti biasanya, Mr. Widemouth keluar dari bawah tempat tidur dan menarik tanganku. "Kita harus pergi ke ruangan di ujung lorong," katanya. Awalnya aku keberatan, karena orang tuaku melarangku keluar kamar tanpa izin, tapi Mr. Widemouth terus memaksa sampai aku menyerah.

Ruangan yg dimaksud tidak memiliki perabotan ataupun wallpaper. Satu-satunya hal yg ada disana adalah sebuah jendela di seberang pintu. Mr. Widemouth menyebrangi ruangan dan mendorong jendela dengan kuat, membuatnya terbuka. Dia memberi isyarat padaku untuk mendekat dan melihat tanah di bawah jendela.
Source : Google

Kami berada di lantai dua rumah, tapi rumah ini di atas bukit, dan dari sudut ini tanah terlihat lebih jauh jaraknya dari dua lantai. "Aku suka bermain sandiwara disini," Mr Widemouth menjelaskan. "Aku berpura-pura seakan ada trampolin besar dan empuk di bawah jendela ini, lalu aku melompat. Jika kamu berusaha keras, kamu akan bangun lagi seringan bulu. Kamu harus mencobanya."

Saat itu aku adalah anak berumur lima tahun yg sedang demam, jadi aku hanya merasa skeptis saat melihat kebawah dan mempertimbangkan kemungkinan yg akan terjadi. "Ini tinggi sekali,"kataku.

"Tapi itu bagian paling serunya. Jika jaraknya dekat, tidak seru. Kamu main trampolin asli saja."

Aku bermain-main dengan ide itu, membayangkan diriku terjatuhdari jenela tinggi dan dipantulkan kembali ke udara oleh suatu benda yg tidak bisa dilihat oleh mata manusia. Tapi kesadaranku menang. "Mungkin lain kali," kataku. "Aku tidak tau apa aku punya cukup keberanian dan imajinasi untu melakukannya. Aku mungkin bisa terluka."

Wajah Mr.Widemouth memerah karena germa, tapi hanya sesaat. Kemaharahannya menjadi kekecewaan. "Jika maumu begitu,"katanya. Dia menghabiskan seharian penuh di bawah tempat tidurku, diam seperti tikus.

Besok paginya Mr. Widemouth membawa sebuah kotak kecil. "Aku ingin mengajarimu bermain sulap,"katanya. "Ini ada beberapa benda yg bisa kamu gunakan untuk latihan, sebelum aku mengajarimu."

Aku melihat isi kotak itu. Penuh dengan pisau. "Orang tuaku akan membunuhku!" teriakku, ngeri karena Mr. Widemouth membawa pisau ke kamarku - benda yg dilarang orangtuaku untuk aku sentuh. "Aku akan dihukum selama setahun!"

Mr. Widemouth mengerutkan kening. "Sangat menyenangkan bermain sulap menggunakan pisau, aku ingin kamu mencobanya."

Aku mendorong kotak itu menjauh. "Aku tidak mau. Aku bisa kena masalah. Pisau tidak aman untuk dilempar."

Kerutan di kening Mr. Widemouth berubah jadi cemberut. Dia mengambil kotak penuh pisau itu dan masuk ke bawah tempat tidur, terus disana sepanjang hari. Aku mulai bertanya-tanya seberapa sering dia ada disana.

Aku mulai kesulitan tidur sejak saat itu. Mr. Widemouth sering membangunkanku tengah malam, mengatakan dia sudah meletakkan trampolin asli di bawah jendela, yg besar, yg tidak bisa kulihat di kegelapan. Aku selalu menolaknya dan mencoba kembali tidur, tapi Mr. Widemouth tetap memaksa. Sering kali dia tetap di samping tempat tidurku sampai pagi hari, mengajakku untuk melompat.

Dia tidak asik untuk di ajak main lagi.

Ibuku datang di suatu pagi dan membolehkanku untuk jalan-jalan di sekitar. Ibu bilang udara segar mungkin baik bagiku setelah sekian lama ada di dalam ruangan. Girang, aku memakai sepatuku dan berlarian di halaman belakang, merindukan cahaya matahari yg menerpa wajahku.

Mr. Widemouth sudah menungguku. "Aku punya sesuatu yg harus kamu lihat,"katanya. Aku pasti memberinya ekspresi tidak yakin, karena dia berkata," Ini aman, aku janji."

Aku mengikutinya dan melihat jejak rusa yg berlari ke arah hutan di belakang rumah. "Ini adalah jejak yg penting,"katanya. "Aku punya banyak teman seusiamu. Ketika mereka siap, aku membawa mereka mengikuti jejak ini, menuju sebuah tempat spesial. Kamu mungkin belum siap, tapi suatu hari, aku ingin membawamu kesana."

Source : Google

Aku kembali ke rumah, bertanya-tanya tempat seperti apa yg ada di ujung jalan itu.

Seminggu setelah aku bertemu dengan Mr. Widemouth, barang terakhir kamu sudah dimasukkan kedalam truk pengangkut barang. Aku duduk di depan, disamping ayahku menuju ke Pennsylvania. AKu mempertimbangkan untuk memberitahu Mr. Widemouth tentang kepergianku, bahkan pada usia lima tahun, aku curiga makhluk kecil itu punya niat yg tidak baik kepadaku, terlepas dari apa yg dia katakan. Karena alasan itu, aku merahasiakan kepergianku.

Ayahku dan aku sudah di dalam truk pada pukul 04.00 pagi. Ayahku berharap kami bisa sampai di Pennsylvania saat waktu makan siang besok dengan batuan persediaan kopi dan enam bungkus minuman energi. Ayahku lebih seperti orang yg akan berlari maraton daripada orang yg akan terus menerus duduk untuk dua hari.

"Terlalu pagi ya untukmu?"tanyanya.

Aku mengangguk dan menyandarkan kepalaku ke jendela, berharap bisa tidur sebentar sebelum matahari terbit. Aku merasakan tangan ayahku di pundakku. "Ini terakhir kali kita pindah nak, ayah janji. Ayah tau ini sulit bagimu, ayah juga sama. Begitu ayag di promosikan kita bisa menetap dan kamu bisa mempunyai teman."

Aku membuka mataku saat mobil mulai keluar dari tempat parkir. Aku melihat siluet Mr. Widemouth di jendela kamarku. Dia berdiri tanpa tidak bergerak sampai mobil kami berbelok di jalan besar. Dia melambaikan tangan, dengan pisau steak di tangannya. 

Source : Google

Beberapa tahun kemudian, aku kembali ke New Vineyard. Bangunan dimana dulu rumah kami berdiri hanya menyisakan pondasi, sepertinya rumah itu terbakar beberapa tahun setelah keluarga kami pindah. Karena penasaran, aku mengikuti jejak rusa yg dulu ditunjukkan Mr. Widemouth. Sebagian dari diriku berharap Mr. Widemouth akan melompat keluar dari pepohonan untuk menakut-nakutiku, tapi dia telah pergi. Entah bagaimana terikat dengan rumah yg sudah tidak ada lagi.

Jejak itu berakhir di pemakaman New Vineyard.

Aku sadar kebanyakan makam disana berisi anak-anak.

Credit : perfectcircle35
Post on : creepypasta.com
Translator : Mayaa18



No comments:

Post a Comment

[5] URBAN LEGEND PALING MENAKUTKAN DARI SELURUH AMERIKA (5)

14. Indiana : Diana of The Dunes dan The 100 Steps Cemetary Makam Alice "Diana of the Dunes" Mabel Grey. Source : Google ...